Benar saja, setelah saya baca lembar demi lembar buku tersebut hingga halaman terakhir, sebagaimana dikatakan buku, bahwa menulis dapat menjadi terapi untuk meraih kebahagiaan. Menulis dapat menjadi terapi, sebab ia menjadi media bagi seseorang untuk menumpahkan sampah-sampah busuk yang tertimbun dalam isi kepalanya. Dapat dibayangkan, sampah yang tertimbun di tong sampah saja mengeluarkan bau busuk, lantas bagaimana dengan sampah yang menumpuk di kepala. Sudah barang tentu, kebusukannya dapat "tercium" dari bagaimana ia bersikap dan berprilaku. Hal tersebut dapat tercium dari cara pandangnya tehadap kehidupan.
Oleh karena itu, saya mencoba mempraktikkan apa yang tertuis dalam buku tersebut. Saya menulis bebas, apapun yang terbersit di kepala saya, setiap harinya. Berikut contoh menulis bebas yang saya lakukan.
***
Yups.. akhirnya tiba juga saat di mana saya harus dipaksa
menulis selama 10 menit tanpa berhenti, tanpa mengoreksi, tanpa harus terlebih
dahulu menentukan alur apa yang harus saya tulis. Yang penting menulis selama
sepuluh sampai lima belas menit tanpa henti.
Ini saya dapatkan dari bacaan saya atas buku berjudul free
writing yang ditulis oleh hernowo hasim. Dalam buku tersebut dia membahas
tentang the power of free writing. Lantas apa itu free writing? Hasim mengutip
pendapat-pendapat tokoh atau prakstisi free writing, entah saya lupa siapa
namanya, tetapi saya masih ingat bahwa free writing adalah menulis bebas, tanpa
bentuk, tanpa harus mengikuti pola tertentu. Free writing tidak menekankan pada
hasil atau apa yang dituliskan tetapi lebih pada proses menulis.
Ada surga di dalam menulis, begitu katanya. Kenapa demikian,
sebab ketika seseorang sedang menulis artinya dia sedang mencipta. Dari yang
awalnya hanya berupa ide yang tidak terjamah oleh indra, kemudian menjadi ada,
berwujud dalam bentuk tulisan.
Free writing juga didefinisikan sebagai menulis untuk
membuang. Membuang apa? Membuang
sampah-sampah yang menumpuk di dalam
pikiran kita. Ya, saya setuju dengan ini sebab saya merasakan sendiri
ketika sampah-sampah itu tertimbun semakin banyak, maka semakin kumuhlah cara
berpikir (saya).
***
Adalah sulit untuk menulis selama sepuluh menit tanpa henti,
tanpa memperhatikan benar atau tidaknya apa yang ditulis, bahkan untuk tidak
mengoreksi. Barangkali ini dikarekan
saya terbiasa melakukan cara menulis yang menulis sekalikus melakukan editing.
Sungguh sangat sulit, bahkan di menit yang entah ini saya sudah mulai merasa
kesulitan.
Saya yakin betul bahwa apa yang telah saya tulis ini sangat
tidak menarik untuk di baca, apalagi berharap manfaat darinya (tulisan ini).
Namun saya tetap percaya dan yakin, bahwa proses menulis free writing ini dapat
mengasah kemampuan saya kedepannya dalam menulis.
Sungguh sedari dulu saya bercita-cita ingin menjadi seorang
penulis, untuk membuktikan diri kepada
orang tua saya bahwa saya bisa berprestasi. Ya.. sempat dalam bagian kehidupan
saya, saya merasa sangat benci terhadap bapak, sebab saya tidak dapat
menentukan pilihan, kehendak, dan apa yang saya suka dan inginkan untuk
dipelajari (dalam konteks kuliah).
Wow.. alarm sudah menunjukkan bahwa saya sudah menulis
selama sepuluh menit (meski tersendat-sendat), tetapi saya berhasil.
Menakjubkan.
Kunjungi: Pusat Pelatihan Perbankan di Jogja, Kursus Arab Menyenangkan di Pare, Kursus Inggris Menyenangkan di Pare, Kursus Arab Terbaik di Pare
Tidak ada komentar:
Posting Komentar